Siti Hartati Murdaya akhirnya ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus suap pengurusan hak guna usaha (HGU) perkebunan lahan sawit di Buol. Meski sudah bisa diduga sejak awal ada keterlibatan Hartati dalam kasus ini, namun langkah KPK menjadikan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat itu sebagai tersangka merupakan tindakan yang cukup berani. Padahal Hartati selama ini dikenal sebagai orang dekat Presiden SBY.
Jauh sebelum sebelum Pemilu Legislatif dan Pilpres 2004, Hartati merupakan salah satu pendukung yang menggalang dukungan tanda tangan para anggota MPR untuk pencalonan SBY sebagai wakil presiden bagi Megawati. Ketika itu Presiden Abdurrahman Wahid dilengserkan melalui sidang istimewa MPR. Sayangnya, upaya Hartati dan para pendukung SBY gagal karena Poros Tengah yang digalang Amien Rais berhasil mengegolkan Hamzah Haz sebagai wakil presiden.
Kedekatan Hartati dengan SBY semakin jelas ketika Pilpres 2014. Dalam berbagai kampanye di daerah-daerah, Hartati selalu setia mendampingi SBY bersama elite-elite Partai Demokrat lainnya. Kumpulan elite ini yang bisa diistilahkan sebagai ring 1 adalah orang-orang yang mempunyai akses langsung dengan SBY.
Di Pemilu Legislatif dan Pilpres 2009 pun sosok Hartati cukup dominan. Hartati disebut sebagai salah satu penyokong finansial terhadap SBY dan Partai Demokrat bersama pengusaha-pengusaha nasional lainnya.
Di tahun 2010, Hartati juga diangkat menjadi salah satu anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN). Sebuah lembaga yang berada langsu di bawah presiden yang bertugas memberikan rekomendasi kajian baik ekonomi nasional, regional, dan global. Sementara pasca Kongres Partai Demokrat 2010, Hartati yang sebelumnya tidak masuk dalam struktur kepengurusan, ditempatkan bersama tokoh-tokoh senior Partai Demokrat di Dewan Pembina yang diketuai langsung SBY.
Dengan posisi dan kedekatannya dengan pusat kekuasaan, status tersangka Hartati tentu membuat publik meragukan jika KPK berani menjadikan dia sebagai tersangka. Dua kali diperiksa di KPK, Hartati menegaskan dirinya tidak terlibat dengan kasus suap yang menyeret Bupati Buol Amran Batalipu dan dua pegawainya di PT Hardaya Inti Plantations.
Hartati melalui kuasa hukumnya bahkan mengaku menjadi korban pemerasan oleh Amran terkait proses pengurusan HGU perkebunan sawit miliknya. Uang Rp 3 miliar yang diberikan perusahaanya bukanlah suap karena hal itu merupakan bantuan untuk pelaksanaan pilkada di Kabupaten Buol. Amranlah yang disebut meminta uang itu untuk kepentingan pribadinya.
Menanggapi statusnya sebagai tersangka, Hartati awlnya mengaku kaget. Meski begitu dia siap menjalani semua proses hukum yang ada. "Keputusan KPK akan saya taati dan saya akan ikuti dengan harapan KPK nanti bisa menemukan bukti-buktinya. Apa yang dilakukan KPK itu sudah betul."
Menjadi tersangka, lanjut Hartati, bukan berarti dirinya terbukti telah menyuap. "Mungkin KPK merasa mendapatkan alat bukti atau apa. Tapi ini sifatnya dugaan masih harus dibuktikan di pengadilan," ujar dia.
"Saya bilang pada keluarga ini orang hidup tidak bisa siang terus ada saatnya malam. Kami harus bisa terima yang penting kalau saya tidak salah, saya tidak merugikan negara," ujarnya pasrah.
Bagi kolega Hartati di Partai Demokrat, penetapan tersangka ini justru membuktikan tidak ada yang kebal hukum di Indonesia. "Fakta bahwa Bu Hartarti kader Partai Demokrat ternyata tidak kebal hukum dengan dijadikan tersangka oleh KPK. Tidak ada intervensi apapun dari partai untuk menghambat proses hukum tersebut," kata anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Hayono Isman.
Sementara Ketua Divisi Komunikasi dan Informasi Partai Demokrat Ruhut Sitompul menegaskan, status Hartati di Dewan Pembina otomatis nonaktif sesuat aturan partai.
Sedangkan di mata Ketua Departemen Pemuda dan Olahraga Partai Demokrat yang juga Ketua Komisi III DPR, Gede Pasek Suardika, Hartati Murdaya adalah korban 'raja kecil' di daerah. "Dalam praktiknya ada raja-raja kecil itu kan, ada keamanan investasi, kenyamanan investasi sehingga hal-hal yang sering mengganggu dan banyak kasus," ujarnya.
Dalam kasus ini, Pasek yakin publik bisa membedakan, mana kasus yang melibatkan partai dan mana kasus yang bersifat pribadi. "Rakyat bisa membedakan mana masalah pribadi dan mana masalah partai dan Pak SBY sudah jelas tegak lurus dalam penegakan hukum," tandasnya.
Post a Comment